Si Wuragil

Si Wuragil

(sumber: buku Kalarahu Kumpulan Cerita Rakyat Jawa oleh Mardiyanto)


Di sebuah desa terpencil dekat hutan jati ada sebuah rumah. Di situ tinggallah sepasang suami istri dengan tujuh anak laki-laki mereka. Untuk menghidupi ketujuh anak itu mereka harus bekerja keras. Ayah Si Wuragil pekerjaannya mencari kayu bakar, sedangkan ibunya mencari daun jati kering.


Hasil penjualan kayu bakar dan daun jati kering itu hanya cukup untuk makan sehari. Lama-lama suami istri itu tidak dapat mencukupi kebutuhan makan anaknya. Pada suatu malam Pak Wuragil duduk di ruang tamu ditemani istrinya. Anak-anak mereka sudah tertidur pulas di dalam kamar, berjajar di sebuah ranjang besar.


Hanya anak yang bungsu, Si Wuragil, yang belum tidur. Ia menutup mukanya dengan kain sarung dan pura-pura tidur.


"Nyai, apakah anak kita sudah tidur?" tanya Pak Wuragil.

"Sudah, Kyai," jawab Bu Wuragil.

"Nyai, akhir-akhir ini penghasilan kita tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup ketujuh anak kita. Aku telah tua, tidak kuat lagi memikul kayu bakar ke kota," keluh Pak Wuragil.


Bu Wuragil diam. Ia tidak menanggapi perkataan suaminya.


"Aku punya rencana ," kata Pak Wuragil seraya mengambil singkong rebus di piring yang tinggal sepotong itu.

"Apa rencanamu, Kyai?" tanya Bu Wuragil penasaran.

"Begini, Nyai," kata Pak Wuragil sambil menarik napas panjang, "Aku ingin mengajak anak-anak kita ke hutan dan meninggalkan mereka di hutan."


Bu Wuragil menangis. Ia tidak menyetujui rencana suaminya. Akan tetapi, suaminya tetap pada pendiriannya. Ia ingin membuang ketujuh anaknya ke hutan. Pembicaraan itu didengar oleh si cerdik Wuragil. Si Wuragil secara diam-diam keluar rumah. Ia mengumpulkan batu-batu kecil dan disimpan dalam sebuah kantong.


Pagi-pagi sekali ketujuh anak itu dibangunkan oleh Pak Wuragil. Mereka diajak ke hutan untuk mencari kayu bakar. Si Wuragil telah mengetahui rencana ayahnya. Setiap beberapa langkah, ia menjatuhkan batu-batu kecil. Akhirnya, mereka sampai di tengah hutan.


"Kalian istirahat dulu di sini. Ayah akan mencari air minum. Kalian jangan pergi ke mana-mana sebelum Ayah kembali," pesan Pak Wuragil.


Pak Wuragil tidak mencari air minum, tetapi ia langsung pulang ke rumah . Beberapa jam telah berlalu, keenam kakak Wuragil mulai gelisah karena ayahnya belum juga kembali. Si Wuragil tetap tenang karena ia telah tahu rencana ayahnya.


"Kakak-kakakku semua, mari kita pulang saja," ajak Si Wuragil.

"Mengapa?" tanya Si Sulung, "Bukankah Ayah berpesan kita tidak boleh pergi dari sini?"


Si Wuragil menjelaskan bahwa semalam ia mendengar pembicaraan ayah dan ibu mereka. Setelah mendengar penjelasan itu, mereka mau di ajak pulang. Si Wuragil mengikuti batu-batu kecil yang ia jatuhkan sewaktu berangkat tadi. Keenam kakak Si Wuragil mengikuti adiknya.


Pak Wuragil sampai di rumah lebih dulu. Tidak lama kemudian tibalah ketujuh anak itu di rumah. Kehidupan keluarga itu semakin kekurangan. Si Wuragil mencium gelagat ayahnya yang tidak baik, "Mungkin Ayah akan mengajak lagi ke hutan," pikir Si Wuragil.


Malam itu mereka mendapat jatah makan, masing-masing dua buah jagung rebus. Si Wuragil hanya memakan satu buah jagung, sedangkan yang satu buah lagi ia simpan. Apabila ayahnya mengajak ke hutan, jagung itu akan dipergunakan untuk tanda/jejak.


Dugaan Si Wuragil benar karena keesokan harinya ia dan keenam kakaknya diajak ayahnya ke hutan. Seperti beberapa waktu yang lalu setiap beberapa langkah Si Wuragil menjatuhkan sebutir jagung. Akhirnya, mereka sampai di tengah hutan.


"Nak, kita istirahat di sini dulu. Ayah ingin buang air besar di sungai," kata orang tua setengah baya itu sambil menunjuk ke arah sebuah sungai.


Butir-butir jagung yang dijatuhkan oleh Si Wuragil tadi dimakan oleh kawanan burung merpati. Akibatnya, ketujuh anak itu tidak dapat kembali ke rumah. Mereka terus berjalan tanpa arah dan tujuan. Mereka tersesat sehingga sampai di rumah raksasa. Mereka terpaksa bermalam di situ.


Malam itu Si Wuragil belum tidur. Ia mendengar pembicaraan suami istri raksasa. Inti pembicaraan itu adalah raksasa itu akan memakan Si Wuragil dan keenam saudaranya .


"Wah ... gawat," kata Si Wuragil dalam hati.


"Aku harus menukar selimut bulu domba ini dengan selimut bulu harimau yang dipakai ketujuh anak raksasa itu. Mudah-mudahan raksasa itu terkecoh."


Si Wuragil cepat-cepat bangun lalu menukar selimut saudara-saudaranya dengan selimut ketujuh anak raksasa yang satu ranjang dengan mereka.


"Tuhan, selamatkanlah aku dan keenam kakakku," kata Si Wuragil seraya menutup mukanya dengan selimut bulu harimau itu.


Malam semakin larut. Ada langkah berat menuju ke kamar itu. Si Wuragil menggigil ketakutan, jantungnya berdetak lebih kencang. Ia mengintip dari balik selimut. Ia menjadi lega karena Raksasa itu menuju ke anak-anak yang berselimut bulu domba.


Tanpa memeriksa lebih dahulu raksasa itu langsung memangsa ketujuh anak itu. dengan lahap. Selesai makan Raksasa itu mengantuk, lalu tidur dengan pulas.


"Aku harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini," gumam Si Wuragil.


Si Wuragil dengan gemetaran mengambil sepatu ajaib milik raksasa itu. Setelah memakai sepatu ajaib itu ia membangunkan keenam kakaknya. "Kak, mari kita tinggalkan tempat ini," kata Si Wuragil.


Raksasa terbangun karena mendengar suara berisik. Si Wuragil dan keenam kakaknya telah berlari. Raksasa itu berusaha mengejar mereka, tetapi ia tidak dapat mengejar karena sepatu ajaibnya telah diambil oleh Si Wuragil.


Si Wuragil dan keenam kakaknya sampai di sebuah kerajaan. Kebetulan Raja negeri itu sedang mengadakan perlombaan lari cepat. Si Wuragil ikut dalam perlombaan itu. Ia mengenakan sepatu ajaib sehingga ia dapat menang dalam perlombaan itu. Raja pun memperkenankan Si Wuragil dan keenam kakaknya tinggal di kompleks perumahan istana.


Kini Si Wuragil telah dewasa dan bekerja di istana. Ia sangat pintar dan tampan sehingga menjadi orang kepercayaan raja. Bahkan, Sang Raja akhirnya menikahkan putri tunggalnya yang bernama Putri Nilasari dengan Si Wuragil. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi raja di

negeri itu.


Si Wuragil tidak melupakan keenam kakaknya. Ia mengangkat keenam kakaknya menjadi punggawa kerajaan. Kedua orang tuanya dipanggil ke istana. Mereka kemudian tinggal di istana dan hidup bahagia.


Sumber : https://www.detik.com/jogja/budaya/d-7481894/20-cerita-dongeng-anak-sebelum-tidur-yang-lucu-dan-mendidik.